Clock

About Me

Widget-2 title

Widget-3 title

You Make Got Ink

Gadis remaja itu kian beranjak dewasa. Umurnya nyaris menginjak 19 tahun. Lincah, manis, imut, dan lucu, kadang-kadang pula terkesan bego. Namanya Stroberi. Berbeda jauh dengan namanya, dia penyuka warna coklat, penggemar coklat, dan pemuja es krim (yang tentunya rasa coklat). Dia sangat menggilai kedua makanan itu karena rasanya manis. Jadi, jika dia makan makanan itu, walapun nggak mandi, dia akan tetap terlihat manis (itu sih menurut anggapannya) yang dimaklumi oleh enam Kurcaci lainnya, dia yang ketujuh.
Keenam sahabatnya nggak bisa berkomentar apa- apa tentang Bee, begitu panggilannya. Mereka hanya bisa bilang kalau mereka sayang dan cinta… banget pada Bee. Apa pun yang terjadi. Luv u miz u so hard, Beb… begitu password mereka jika ingin berpisah. So sweet…
Bagi Bee, para Kurcaci bukan sekedar cinta semata, melainkan nyawa hidupnya, nafas, dan nadi baginya. Bee menamai mereka Karamel, yang menurut Bee benar-benar imut dan manis seperti karamel, bintang yang menurutnya selalu bersinar terangi jiwanya dan selalu menjadi penunjuk ia kepada jalan pulang yang benar. Berikutnya, Gerimis yang selalu membasuh jiwanya, yang galau dengan rinainya yang lembut. Nemo yang selalu menjadi penyejuk di saat jiwanya lelah, Micci sang penyemangat untuk bangkit kembali setelah jatuh terjerembab, dan satu lagi… tentu saja Bibie sang pangeran berkuda putih yang nggak kelihatan wujud aslinya (abis… kulitnya gelap, sih). Lengkap sudah kebahagiaan Bee. Apalagi yang kurang?
Tapi, hidupnya nggak sesempurna seperti yang terlihat oleh kacamata cakrawala. Bee mencintai seseorang yang sama sekali nggak mencintai dia. Bulshit! Cowok adalah makhluk Tuhan yang tidak bisa dipercaya. Lain halnya dengan Bibie, dia bukan “cowok” tapi dia adalah lelaki sejati atau pria idaman setiap kaum hawa. Andai saja orang yang dicintai Bee mempunyai sifat seperti Bibie. Btw… Bee juga seorang pemimpi lho! Sama seperti kebanyakan wanita lainnya yang memimpikan seorang pangeran berkuda putih yang membawakan seikat cinta tulus untuknya, mempunyai rumah di atas bukit yang dialiri danau di bawahnya, di situlah Bee nantinya akan terus melihat sunset ketika santai di sore hari. So… jika ingin menuju rumah dari depan, harus melajukan sampan dan jika ingin berjalan dari belakang rumah akan melewati taman bunga yang indah ditambah dengan pemandangan hutan pinus dan pohon palma yang sengaja ditata sedemikain rupa di sepanjang pinggir jalan menuju rumah. Di sanalah nanti Bee akan menikmati sunrise setiap paginya.
Bee juga suka gerimis. Jika ditanya alasannya, Bee akan menjawab, “Karena lebih romantis daripada hujan.” Bukan berarti Bee tidak suka hujan. Menurutnya, gerimis mempunyai aroma khas, bukan pada tanah yang tersiram, tetapi pada titik- titik air yang ngalir di wajahnya. Bee juga suka ke pantai menikmati pesona laut dan kilau sunset. Ya… mungkin hanya dua buah tempat favoritnya, bukit dan laut. Pastinya… semua kurcaci tahu!
***
Oh ya… hampir kelupaan, ada satu manusia lagi yang tahu segalanya tentang Bee, yang di awal tadi sudah diceritakan sedikit. Something special! Karena begitu banyak kenangan yang telah dilalui Bee bersamanya. Bee memanggilnya Dee. Bee sangat mencintainya sama halnya dengan cintanya kepada Kurcaci. Akan tetapi, Bee juga nggak berniat ingin memiliki atau berharap cintanya akan dibalas, Bee hanya ingin perasaannya dihargai. Yupz… hanya itu saja, simple kan? Tapi, inilah yang menjadi masalahnya, jangankan menghargai perasaan Bee, mencintai Bee walau hanya sedikit saja, nggak.
Padahal, Bee berprinsip bahwa dia tidak hanya ingin dicintai saja, tapi ingin dihargai juga. Karena menurutnya, mencintai belum tentu bisa menghargai, tapi menghargai sudah pasti mencintai.
Persahabatan Bee dengan Dee baik- baik saja semenjak dua tahun terakhir ini, ada juga pertengkaran-pertengkaran kecil. Bee sudah membina persahabatan dengan Dee lebih kurang dua tahun lebih enam bulan, berarti setahun lebih lama ketimbang dengan Kurcaci. Tapi, mengapa Kurcaci lebih memahami Bee daripada Dee, ya? Sekali lagi, intinya adalah “menghargai”! Selama Bee berada di kehidupan Kurcaci, nggak ada percekcokan-percekcokan, apalagi pertengkaran-pertengkaran antara personil-personil Kurcaci. Pertengkaran besar antara Bee dan Dee terjadi ketika suatu waktu Bee menyatakan tentang perasaannya pada Dee. Pada saat itu raut wajah Dee langsung berubah aneh. Setelah diam beberapa saat, dengan suara berat Dee mulai membuka mulut. “Kita baik- baik aja kan, Bee? Kamu ingin persahabatan kita hancur hanya gara- gara mengedepankan perasaanmu kepadaku?”
“Selama kita bersahabat, kita nggak pernah kan buat perjanjian bahwa kita nggak boleh mempunyai perasaan suka antara satu sama lain?” sergah Bee.
“Tapi Bee, ini salah!” potong Dee.
“Salah? Apanya yang salah? Yang salah itu jika aku suka sama cewek!” Bee nggak mau kalah.
“Bee… aku cuma nggak mau hanya gara- gara ini persahabatan kita hancur!” nada suara Dee semakin meninggi.
“Dee… aku nggak bilang kan kalau aku ingin miliki kamu?” suara Bee lembut.
“Ya memang, tapi aku tetap nggak bisa terima itu semua, Bee.”
Enjoy aja lagi Dee, nggak usah dibawa pusing gitu. Parno banget! Anggap aja tadi aku cuma bercanda,” suara enteng Bee menjelaskan.
Dee tiba- tiba meninggalkan Bee sendirian, tanpa mengucapkan satu kata pun. “Dee… kemana? Kamu marah, ya?” tegur Bee. Bee betul- betul menyesal. Seharusnya Bee nggak bilang tentang perasaannya pada Dee. Sebaiknya Bee simpan saja perasaan itu.
Sejak kejadian itu, Bee tidak pernah melihat Dee lagi. Dia bagai ditelan bumi, menghilang dari kehidupan Bee. Padahal, Bee sudah meminta maaf berkali- kali. Tapi, sekarang jangankan menghubungi Dee, permintaan maaf Bee aja nggak ditanggapinya.
***
Huff… hanya mimpi! Mungkin ini pertanda bahwa Bee nggak boleh menyatakan perasaannya pada Dee. Memang ada tiga tipe manusia di dunia ini, ada yang mempunyai impian dan ingin mewujudkannya, ada juga yang menguburnya dan membuangnya jauh- jauh, dan yang terakhir ada yang mengambilnya dan menyimpannya baik-baik sampai akhir hayat. Dan Bee… akan menjadi manusia terakhir itu. Akan tetapi, pada kenyataannya sama juga, Dee tetap menjauhinya. Ada apa gerangan? Ini nyaris sama persis seperti mimpi Bee beberapa hari lalu. Bedanya, di mimpi itu dee mempunyai alasan mengapa meninggalkan Bee. Tapi, Bee kan nggak pernah bilang tentang perasaannya pada Dee. Oh… My God! Mungkinkah Dee tahu tentang perasaan Bee melalui perhatian-perhatian yang diberikan Bee padanya.
Anyway… sebelum Dee meninggalkan Bee, Dee sempat menyisipkan surat di bawah pintu rumah Bee, isinya nggak lain surat Noe untuk Marsha di Soundtrack video klip. “Permintaan Hati”nya Letto. Yang berbeda hanya pada kata “Marsha” diganti dengan kata “Bee” dan pada kata “cahayaku” yang diganti dengan kata “wortelku”. Mungkin karena Bee sering memanggil Dee dengan sebutan “bunny”.
Hanya Kurcacilah yang menjadi tempat mengadu. Bukan hanya Bee saja yang sedih karena peristiwa ini, Kurcaci juga merasakan hal sama. Mungkin melebihi kesedihan yang sedang melanda Bee. Yang masih membingungkan Bee adalah pada kata- kata Dee yang berbunyi, “Aku harus pergi… bukan meninggalkanmu, tapi hanya terlepas darimu.”
Apa maksudnya, ya? Apa mungkin suatu saat nanti Dee akan kembali? Bee nggak ingin berlarut- larut dalam kesedihannya. Makanya, Bee mencari kesibukan yang bisa membuatnya lupakan Dee. Ternyata berhasil! Di sini masih ada Kurcaci yang selalu menemaninya, baik suka maupun duka. Bee yakin Kurcaci nggak bakalan meninggalkannya, kecuali sang Maha Kuasa yang memisahkan mereka. Bersama Kurcaci, Bee kembali melewati hari-hari cerianya yang sempat hilang hanya gara-gara seorang “cowok”.
Cowok berbeda dengan pria. Bee juga lebih menfokuskan diri pada kuliahnya dan meluangkan waktu lebih banyak untuk berkumpul bersama Kuacaci. Kebiasaan lama seperti traveling dan hang out di tempat favorit mereka lebih sering dilakukan. Tentu saja hal yang paling menyenangkan adalah karoke-an bareng di “Stars Box”. Bee telah berhasil melewati hujan kesedihan yang turun dalam cuaca masa cerianya.
***
Lagi-lagi nasib baik belum mau bersahabat dengan Bee. Dia akhir- akhir ini sering terlihat lemas, tidak bersemangat untuk melakukan apa saja dan keseringan pusing di kampus. Meskipun begitu, Bee tetap saja pasang muka ceria di depan para Kurcaci. Bee nggak ingin mereka tahu bahwa Bee sebenarnya sakit. Alasan yang diajukan pada mereka untuk menutupi sakitnya itu adalah mungkin dia terlalu lelah karena rutinitas yang dilakukannya sehingga ia kurang istirahat. Lagi-lagi para kurcaci memakluminya.
“Gejala tersering yang dapat terjadi adalah rasa lelah, panas tanpa infeksi, pucat, nafsu makan hilang, anemia, petekie, pendarahan, nyeri tulang, dan pembesaran kelenjar getah bening, limfa, hati, dan kelenjar mediastinum. Terkadang juga ditemukan hipertrofi gusi, khususnya pada Leukemia Akut Monoblastik dan Mielomonositik.
Dari penjelasan dokter, Bee nggak ngerti apa pun, kecuali gejala- gejala tersebut yang pernah dialami olehnya. Bee hanya tahu bahwa ia menderita kanker darah. Dokter juga menyarankan Bee agar segera ke spesialis Hematologi (red-penyakit dalam) untuk penatalaksanaan lebih lanjut. Dokter juga mengatakan suatu kenyataan yang harus diterima oleh Bee. “Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-75 %, tetapi angka rata-rata bisa hidup akan hidup dua tahun dan yang dapat hidup lebih dari lima tahun hanya 10%. Prognogis terburuk adalah Leukemia Monoblastik dan Eritroleukemia, semua pasien meninggal dunia sebelum dua tahun.” Penjelasan yang membuat Bee benar-benar nggak semangat hidup lagi.
Bee berjanji pada dirinya sendiri nggak bakal menceritakan hal ini kepada siapa pun. Bee nggak mau mereka sedih dan prihatin dengan keadaannya. Bee harus tetap tegar menghadapi ini semua. Bee ingin seperti lili putih yang tetap segar meskipun sudah dipetik.
***
Tak terasa setahun berlalu semenjak Bee mengetahui bahwa ia menderita kanker darah tersebut. Keadaan Bee semakin memburuk. Bee semakin jarang terlihat di kampus. Suatu sore yang mendung, Bee ditemukan pingsan di kamar mandinya sendiri dengan keadaan yang sangat mengenaskan. Dari hidungnya keluar darah (red-mimisan). Seketika teman-temannya yang notabene Kurcaci membopongnya ke rumah sakit.
***
Sembilan bulan sudah Bee terbaring di rumah sakit dalam keadaan koma. Cukup lama juga. Hanya Kurcaci dan keluarganya yang selalu menemaninya bergantian. Mereka semua benar- benar takut kehilangan Bee, sahabat dan anak terbaik yang pernah ada dalam kehidupan mereka. Stroberi yang sekarang tak segar lagi, layu, dan pastinya semakin “cokelat”, sama seperti warna kesukaan Bee. Apakah ini yang diinginkan Bee? Bukan! Inilah takdir yang tak dapat disangkal oleh Bee.
Tepat pada hari Ultah Bee yang ke-22, tak ada angin dan tak ada hujan, serta tak tahu dari burung mana yang telah mengabari, sosok Dee kembali muncul. Sebelum memasuki ruang ICU, Dee berhenti sejenak di muka pintu. Dia memperhatikan ruang 4×4 m yang ditata cukup artistik dengan perpaduan warna hijau dan putih. Hanya Bee di sana sendirian dengan mengenakan pakaian berwarna hijau, tak berkutik sedikit pun. Dee membawa sekotak es krim dan coklat disertai setangkai bunga lili putih favorit Bee. Dee hanya diam beberapa saat melihat keadaan Bee yang memprihatinkan, pucat pasi, dan jauh lebih kurus daripada dua tahun silam.
“Bee… aku tahu kamu merasakan keberadaanku di sini,” secuil kalimat pendek meluncur dari bibir mungil Dee sembari meletakkan es krim, coklat, tentunya lili putih di samping ranjang tidur Bee yang juga berwarna hijau. Hanya sepatah kata itulah yang diucapkan Dee. Sebelum meninggalkan Bee, Dee sempat menggenggam tangan Bee.
Di pintu saat keluar, Dee bertemu dengan para kurcaci, hanya menatap sejenak, tanpa senyum, apalagi menyapa. Dee berlalu begitu saja. Kurcaci hanya bengong, nggak tahu apakah mereka harus memanggil Dee kembali?
***
Keesokan harinya, tatkala langit mulai jingga, Dee kembali datang menjenguk Bee. Dee melirik sejenak ke meja tempat ia meletakkan coklat, es krim, dan bunga lili yang dibawanya kemarin sembari berseru, “Kok coklat dan es krimnya belum kamu makan, Bee? Terus bunganya kamu pindah kemana?”
pandangan Dee mengarah pada vas kecil di samping coklat dan es krim. Ternyata Kurcaci dan lainnya tak memindahkannya, kecuali lili putih yang ditaruh ke dalam vas.
“Ntar coklatnya nggak enak lagi tuh, es krimnya juga udah meleleh. Oh… jangan- jangan kamu udah nggak doyan coklat dan es krim lagi, ya? Sejak kapan?” Seharusnya Dee nggak perlu melontarkan pertanyaan- pertanyaan bodoh seperti itu, karena Bee juga nggak bakalan menjawab setiap pertanyaannya.
Sang bayu berhembus sedikit kencang dan gerimis mulai menjejaki bumi. Dee melihat samar- samar dari kaca jendela yang sudah tertutup rapat, tepat berada di atas kepala tempat tidur Bee. Uapnya menempel di kaca.
“Bee, Gerimis! Favorit kamu, nih!” seru Dee sambil melirik Bee yang masih tak berkutik. Tak terasa air mata Dee mengalir. Lembut! Dee sengaja tak menyeka air matanya, hanya membiarkannya. Bee juga nggak bakalan bisa melihat dia lagi nangis. Andai saja keadaan Bee tak seperti ini, Bee pasti bakalan menertawakannya.
“Saat ini hatiku gerimis juga, Bee. Bahkan lebih deras! Bee, kenapa kamu nggak mau ngomong sama aku?” lanjut Dee galau. Setelah terdiam beberapa saat, kemudian Dee melantunkan sebait puisi Bee yang sudah dihapalnya.
sejukmu menghangatkanku
dinginmu menghaguskanku
panasmu membekukanku
baramu mengkristalku
aku tak ingin pergi
saat lembayung senja
atau di kala rentang gerimis
karena rona dan rinaimu
membingkaiku…

“Puisimu munafik, Bee. Kamu bahkan melewatkan saat-saat seperti ini.” Dee berhenti sejenak, kemudian melanjutkan, “Sebenarnya dari dulu sampai sekarang, aku iri banget sama kamu. Kamu nggak tahu kan kenapa? Karena banyak orang yang sayang, cinta, dan perhatian sama kamu. Mereka semua mengerti dan bisa pahami kamu. Mereka tahu bahwa kamu itu nggak suka keramaian, nggak suka susu, nggak suka gelap, dan mereka nggak bakalan meninggalkan kamu sendirian. Tapi aku? Cuma kamu seorang Bee yang perhatian sama aku, dan perhatian kamu itu berlebihan bagi aku. Aku nggak pantas terima itu semua, Bee. Aku cuma jadi masalah bagi kamu.”
Air mata Dee semakin deras membobol benteng pertahanannya, Dee menengadah ke atas. Sejenak Dee terisak. “Kamu ngerti konsep hidup kan, Bee? Ada pertemuan dan ada perpisahan, dan kita pasti akan mengalaminya. Itu yang selama ini aku takutkan. Kamu pernah bilang gini: Aku ingin hidup seratus tahun. Saat itu aku hanya tersenyum. Lucu! Bukan karena nggak mungkin, tapi karena hanya kamu yang bisa menirukan kata-kata dan ekspresi yang sama persis seperti Pooh, tokoh dalam film favoritmu yang sering kamu tonton. Padahal, pada saat itu aku pengen banget bilang: Aku ingin hidup seratus tahun kurang satu hari sehingga aku tak akan pernah merasakan hidup tanpa dirimu.”
Sejenak Dee menatap keluar jendela, masih gerimis! Gerimis akan terus berlanjut antara dia dan Bee. Sambil tersenyum kecut, Dee kembali mengenang saat-saat indah bersama Bee. Kemudian ia meneruskan kalimatnya. “Huff… aku juga nggak bakalan lupa, selain Winnie The Pooh, kamu juga suka nonton film Spongebob Squarepants. Kamu suka kedua film itu bukan hanya karena menghibur dengan pola tingkah dan lelucon mereka saja, tetapi karena nilai persahabatan yang mendalam yang tidak dapat diukur dengan apa pun. Kamu juga pernah memaksa aku untuk jadi Piglet atau Patrick, sahabat yang selalu mau mendengar keluh-kesahmu, yang selalu tertawa dengan leluconmu yang garing, yang ikut sedih kala kau terlempar, dan selalu membuatmu tegar ketika kamu lemah. Tapi, tetap saja aku nggak bisa melakukan semua itu, apalagi membalas semuanya, terutama kebaikan-kebaikan dan perhatianmu. Mungkin aku bukanlah sosok sahabat terbaik bagimu. Sebenarnya atau seharusnya aku memang nggak pantas disebut sahabat…”
Kalimat Dee kembali tergantung, ia tak kuasa meneruskannya. Perlahan Dee menghirup udara yang ada di sekitarnya hingga memenuhi rongga dadanya. Sesak memang! Dengan perlahan pula, ia mengeluarkan udara tersebut melalui mulutnya. Sesaat ia terdiam, dan tak lama berselang, “Kamu sendiri kan tahu aku ini egois. Buktinya saja aku udah pernah meninggalkan kamu dan pastinya bakalan meninggalkanmu untuk kedua kalinya, tapi nggak akan kembali lagi buatmu, Bee. Aku lebih baik meninggalkan kamu sekarang daripada nanti kamu yang akan meninggalkan aku. Mungkin kemarin aku belum bisa lepas darimu, tapi aku akan terus mencoba agar lepas darimu. Dan mulai hari ini, besok, dan seterusnya aku nggak akan hanya mencoba untuk lepas darimu, tapi benar-benar akan meninggalkanmu. Bye… Stroberi.”
Setelah mengucapkan kata-kata terakhir, dengan wajah menunduk dan mata sembab, Dee meninggalkan Bee. Sedikit pun Dee tidak menoleh ke belakang walaupun untuk yang terakhir kalinya. Dan Bee..? Meskipun Bee tak bisa melihat atau bergerak untuk mencegah agar Dee jangan pergi lagi dari kehidupannya, tapi dia masih bisa mendengar dan merasakan dengan hati. Semua… semua… dan sebelum ia terkulai lemas dan tak berdaya, Bee sempat menitikkan air mata terakhirnya. Hanya setetes.

Categories:

    my pet


    mbox